Entri yang Diunggulkan

Target Pajak 2019 Jangan Sampai Menyengsarakan Rakyat

RMOL.  Menteri Keuangan Sri Mulyani memasang target penerimaan pajak pada Rancangan APBN 2019 sebesar Rp 1.786,4 triliun. Menurut anggot...

Jumat, 28 Oktober 2016

Tarif PPH 2016

Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 2016

Usul kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Tahun 2016 untuk Wajib Pajak yang semula Rp.36 juta berubah menjadi Rp.54 juta pertahun (setara dengan Rp. 4,5 juta per bulan) telah disetujui DPR.

Menurut Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, PTKP ini akan diberlakukan mulai Bulan Juni 2016, dan perhitungannya berlaku surut mulai dari Bulan Januari 2016.

Kalau dianalisa kenaikan PTKP 2016 ini lebih kurang 50% dari PTKP 2015, dan kenaikan PTKP 2015 juga demikian lebih kurang 50% dari PTKP 2014 (data aktual PTKP 2014 : 24,3 juta, 2015 : 36 juta, 2016 : 54 juta).

Kenaikan PTKP 2016 ini ditanggapi positip dari berbagai kalangan masyarakat terutama karyawan atau buruh yang saat ini masih memperoleh penghasilan lebih kurang senilai Upah Minimum Regional (UMR).

Dengan adanya penyesuaian tarif PTKP 2016 ini maka pastinya akan menyebabkan pendapatan negara dari Wajib Pajak orang pribadi akan turun, namun diharapkan dengan adanya kenaikan tarif ini dapat mensejahterakan masyarakat kurang mampu dan meningkatkan kesadaran bagi Wajib Pajak untuk melapor SPT PPh sesuai dengan penghasilan yang diperolehnya.

Akhirnya pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan Nomor : 101-PMK.010-2016 mengenai :  Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, Anda bisa baca : Undang-Undang PTKP 2016 Terbaru, yang telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Bapak Bambang P.S. Brodjonegoro pada Tanggal 27 Juni 2016.


Perhitungan Perubahan PTKP Terbaru Tahun 2016 :


1. Wajib Pajak Tidak Kawin (TK)
Uraian
Status
PTKP
Wajib Pajak 
TK0
54.000.000,-
Tanggungan 1
TK1
58.500.000,-
Tanggungan 2
TK2
63.000.000,-
Tanggungan 3
TK3
67.500.000,-

2. Wajib Pajak Kawin 
Uraian
Status
PTKP
WP Kawin
K0
58.500.000,-
Tanggungan 1
K1
63.000.000,-
Tanggungan 2
K2
67.500.000,-
Tanggungan 3
K3
72.000.000,-

3. Wajib Pajak Kawin, penghasilan istri dan suami digabung
Uraian
Status
PTKP
WP Kawin
K/I/0
112.500.000,-
Tanggungan 1
K/I/1
117.000.000,-
Tanggungan 2
K/I/2
121.500.000,-
Tanggungan 3
K/I/3
126.000.000,-
 Catatan: 
  • Tunjangan PTKP untuk anak atau tanggungan maksimal 3 orang
  • TK : Tidak Kawin
  • K : Kawin
  • K/I : Kawin dan penghasilan pasangan digabung



    Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak 2016 dibandingkan PTKP 2015


    1. Wajib Pajak Tidak Kawin (TK) 
    Uraian
    Status
    Kenaikan PTKP
    Wajib Pajak
    TK0
    18.000.000,-
    Tanggungan 1
    TK1
    19.500.000,-
    Tanggungan 2
    TK2
    21.000.000,-
    Tanggungan 3
    TK3
    22.500.000,-

    2. Wajib Pajak Kawin (K) 
    Uraian
    Status
    Kenaikan PTKP
    WP Kawin
    K0
    19.500.000,-
    Tanggungan 1
    K1
    21.000.000,-
    Tanggungan 2
    K2
    22.500.000,-
    Tanggungan 3
    K3
    24.000.000,-

    3. Wajib Pajak Kawin, penghasilan istri dan suami digabung
    Uraian
    Status
    Kenaikan PTKP
    WP Kawin
    K/I/0
    37.500.000,-
    Tanggungan 1
    K/I/1
    39.000.000,-
    Tanggungan 2
    K/I/2
    40.500.000,-
    Tanggungan 3
    K/I/3
    42.000.000,-

    Artikel Lainnya :  Bagaimana Cara Bayar Pajak Online via eBilling Pajak?  Anda bisa melihat Video Tutorialnya berikut ini : 



    Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pph 21 Tahun 2016


    Untuk menghitung pajak penghasilan Pph 21 langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

    1. Hitung penghasilan bruto Anda dalam setahun, seperti gaji pokok ditambah dengan tunjangan-tunjangan lainnya.
    2. Hitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), sesuai dengan status Anda.
    3. Hitung pengurang lainnya seperti : Tunjangan Biaya Jabatan 5% & Iuran Pensiun 5% dari penghasilan bruto, catatan: Tunjangan Biaya Jabatan Maksimal Rp. 6 juta per tahun, dan Tunjangan Iuran Pensiun maksimal 2,4 juta per tahun.
    4. Hitung Penghasilan netto Anda : Penghasilan Bruto – PTKP – Iuran Jabatan & Pensiun.
    5. Kalikan Penghasilan Netto dengan tarif Pajak Penghasilan yang berlaku.

    Akuntansi Keuangan

    PENGERTIAN AKUNTANSI | Definisi Akuntansi Menurut Ahli

    Pengertian Akuntansi - Akuntansi Keuangan dalam bisnis dan dinamika perusahaan memiliki peranan yang signifikan terutama untuk memberikan informasi keuangan sebagai dasar dan pendukung dalam pengambilan sebuah keputusan dalam suatu perusahaan.

    Bermacam macam kepentingan, keputusan, dan juga penggunaan informasi keuangan dalam perusahaan membuat ilmu akuntansi mengalami perkembangan.

    Informasi yang dihasilkan bukan hanya sebatas pada pelaporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen,

    Namun juga sebagai instrumen pendukung pengambilan suatu keputusan di masa mendatang

    Dan juga sebagai peramalan laba.

    Sederhananya, pengertian akuntansi keuangan bisa kita lihat seperti berikut ini
    " Akuntansi keuangan adalah sebagai alat bantu dalam pengambilan suatu keputusan ekonomi dan juga detail keuangan "
    Pengertian Akuntansi
    Pengertian Akuntansi
    Peranannya sangat mencolok dalam membantu melancarkan tugas manajemen,

    Khususnya dalam kaitan melaksanakan fungsi suatu perencanaan dan pengawasan dalam entitas.

    Pada kesempatan kali ini saya akan menulis beberapa pengertian akuntansi keuangan dan tujuan akuntansi keuangan yang utama.

    Ada beberapa definisi akuntansi keuangan dari beberapa sudut yang akan saya bahas agar lebih lengkap.


    Definisi Akuntansi Keuangan dari Sudut Pemakai:

    Akuntansi keuangan di definisikan sebagai sebuah disiplin ilmu yang menyajikan suatu informasi yang diperlukan untuk melaksanakan serta mengevaluasi kegiatan ekonomi secara efisien.

    Informasi yang dihasilkan umumnya diperlukan untuk:
    • Membuat suatu perencanaan, pengawasan yang efektif serta pengambilan sebuah keputusan ekonomi oleh manajemen.
    • Pertanggungjawaban manajemen entitas bisnis kepada para pemilik/investor, kreditor, pemerintah dan pihak yang membutuhkan lainnya.
      Dari pengertian akuntansi keuangan tersebut, bisa disimpulkan beberapa hal berikut :
      • Akuntansi keuangan dijalankan dalam suatu entitas bisnis
      Informasi yang dihasilkannya berupa informasi keuangan entitas tersebut.
        • Informasi akuntansi dipergunakan dalam pengambilan suatu keputusan internal entitas (manajemen), juga untuk pengambilan suatu keputusan oleh pihak ekstern organisasi (pemilik/investor, kreditor serta pihak eksternal lainnya).

          Pengertian Akuntansi dari Sudut Proses Kegiatan:

          Akuntansi adalah suatu proses pencatatan, pengklasifikasian/penggolongan, pelaporan serta penganalisaan data keuangan suatu entitas/organisasi.

          Definisi ini menunjukkan kegiatan akuntansi adalah tugas yang kompleks

          Meliputi berbagai macam kegiatan.
          • Mengidentifikasi data yang berhubungan atau relevan dengan keputusan yang akan diambil.
          • Memproses dan atau menganalisa data-data yang relevan.
          • Mengolah data menjadi suatu informasi handal yang bisa digunakan untuk pengambilan keputusan.
          American Accounting Asociation (AAA) mengartikan akuntansi sebagai suatu proses mengidentifikasikan, mengukur serta melaporkan informasi ekonomi yang memungkinkan adanya penilaian serta keputusan yang jelas, tegas bagi pihak yang membutuhkan dan menggunakan informasi ekonomi tersebut

          Sabtu, 15 Oktober 2016

          Perencanaan pajak PPN

          Perencanaan Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

          Langkah-langkah dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah sebagai berikut:
          1. Memahami peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
          2. Perencanaan pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
          3. Memastikan bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian (kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang, nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan bank,
          4. Melakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur pajak keluaran perusahaan,
          5. Pajak masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
          6. Jika wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,

          Pastikan bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25% dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp 13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp 5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban

          Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT Unilever Indonesia Tbk hanya Rp  4.534.972.863.636,- dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp 5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan oleh perusahaan adalah sebesar  Rp 914. 599.227.272,-

          Rekonsiliasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan

          Rekonsiliasi / Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN dan/atau PPnBM(kalau ada)  ini penting karena akan berhubungan langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan  pengakuan pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
          Pada umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN bisa timbul karena dua kondisi.
          1. Karena karakteristik transaksi ;dan
          2. Karena Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.

          Perbedaan-perbedaan nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN, yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
          1. Terdapat Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
          Tidak semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan, misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
          1. Terdapat perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
          Kurs valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK), yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
          Sedangkan dalam membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak.
          1. Pemberian Cash Discount
          Pada umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
          1. Adanya kesalahan tulis atau hitung
          Perbedaan omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut. 

          Untuk melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya. Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.

          Penelaahan Pajak (Tax Review)

          Telaah pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
          Telaah pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan dokumen/transaksi tertentu.
          Laporan telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning), dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan pajak adalah sebagai berikut:
          1. Menghindari Sanksi Perpajakan.
          Dengan dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan dalam tahun berjalan terdiri dari:
          1. Sanksi perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14 ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan yang terlambat dibayar.
          2. Denda keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan.
          3. Sanksi bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada batas maksimal).
          4. Sanksi pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
          5. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.

          Sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
          1. Sanksi pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
          2. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang seharusnya tidak dikompensasikan.
          3. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau dipungut tidak dibayarkan.
          1. Menghindari adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru ditemukan pada saat pemeriksaan.
          2. Menghindari daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
          3. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
          4. Menghindari daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan SKP.
          5. Mengusahakan persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa dipenuhi.
          6. Mengusahakan Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.

          Perencanaan Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

          Langkah-langkah dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah sebagai berikut:
          1. Memahami peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
          2. Perencanaan pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
          3. Memastikan bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian (kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang, nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan bank,
          4. Melakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur pajak keluaran perusahaan,
          5. Pajak masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
          6. Jika wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,

          Pastikan bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25% dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp 13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp 5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban

          Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT Unilever Indonesia Tbk hanya Rp  4.534.972.863.636,- dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp 5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan oleh perusahaan adalah sebesar  Rp 914. 599.227.272,-

          Rekonsiliasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan

          Rekonsiliasi / Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN dan/atau PPnBM(kalau ada)  ini penting karena akan berhubungan langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan  pengakuan pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
          Pada umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN bisa timbul karena dua kondisi.
          1. Karena karakteristik transaksi ;dan
          2. Karena Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.

          Perbedaan-perbedaan nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN, yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
          1. Terdapat Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
          Tidak semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan, misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
          1. Terdapat perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
          Kurs valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK), yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
          Sedangkan dalam membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak.
          1. Pemberian Cash Discount
          Pada umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
          1. Adanya kesalahan tulis atau hitung
          Perbedaan omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut. 

          Untuk melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya. Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.

          Penelaahan Pajak (Tax Review)

          Telaah pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
          Telaah pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan dokumen/transaksi tertentu.
          Laporan telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning), dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan pajak adalah sebagai berikut:
          1. Menghindari Sanksi Perpajakan.
          Dengan dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan dalam tahun berjalan terdiri dari:
          1. Sanksi perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14 ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan yang terlambat dibayar.
          2. Denda keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan.
          3. Sanksi bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada batas maksimal).
          4. Sanksi pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
          5. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.

          Sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
          1. Sanksi pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
          2. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang seharusnya tidak dikompensasikan.
          3. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau dipungut tidak dibayarkan.
          1. Menghindari adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru ditemukan pada saat pemeriksaan.
          2. Menghindari daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
          3. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
          4. Menghindari daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan SKP.
          5. Mengusahakan persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa dipenuhi.
          6. Mengusahakan Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
          Perencanaan Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

          Langkah-langkah dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah sebagai berikut:
          1. Memahami peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
          2. Perencanaan pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
          3. Memastikan bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian (kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang, nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan bank,
          4. Melakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur pajak keluaran perusahaan,
          5. Pajak masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
          6. Jika wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,

          Pastikan bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25% dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp 13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp 5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban

          Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT Unilever Indonesia Tbk hanya Rp  4.534.972.863.636,- dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp 5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan oleh perusahaan adalah sebesar  Rp 914. 599.227.272,-

          Rekonsiliasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan

          Rekonsiliasi / Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN dan/atau PPnBM(kalau ada)  ini penting karena akan berhubungan langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan  pengakuan pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
          Pada umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN bisa timbul karena dua kondisi.
          1. Karena karakteristik transaksi ;dan
          2. Karena Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.

          Perbedaan-perbedaan nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN, yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
          1. Terdapat Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
          Tidak semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan, misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
          1. Terdapat perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
          Kurs valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK), yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
          Sedangkan dalam membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak.
          1. Pemberian Cash Discount
          Pada umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
          1. Adanya kesalahan tulis atau hitung
          Perbedaan omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut. 

          Untuk melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya. Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.

          Penelaahan Pajak (Tax Review)

          Telaah pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
          Telaah pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan dokumen/transaksi tertentu.
          Laporan telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning), dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan pajak adalah sebagai berikut:
          1. Menghindari Sanksi Perpajakan.
          Dengan dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan dalam tahun berjalan terdiri dari:
          1. Sanksi perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14 ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan yang terlambat dibayar.
          2. Denda keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan.
          3. Sanksi bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada batas maksimal).
          4. Sanksi pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
          5. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.

          Sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
          1. Sanksi pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
          2. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang seharusnya tidak dikompensasikan.
          3. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau dipungut tidak dibayarkan.
          1. Menghindari adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru ditemukan pada saat pemeriksaan.
          2. Menghindari daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
          3. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
          4. Menghindari daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan SKP.
          5. Mengusahakan persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa dipenuhi.
          6. Mengusahakan Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
          Perencanaan Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

          Langkah-langkah dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah sebagai berikut:
          1. Memahami peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
          2. Perencanaan pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
          3. Memastikan bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian (kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang, nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan bank,
          4. Melakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur pajak keluaran perusahaan,
          5. Pajak masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
          6. Jika wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,

          Pastikan bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25% dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp 13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp 5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban

          Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT Unilever Indonesia Tbk hanya Rp  4.534.972.863.636,- dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp 5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan oleh perusahaan adalah sebesar  Rp 914. 599.227.272,-

          Rekonsiliasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan

          Rekonsiliasi / Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN dan/atau PPnBM(kalau ada)  ini penting karena akan berhubungan langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan  pengakuan pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
          Pada umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN bisa timbul karena dua kondisi.
          1. Karena karakteristik transaksi ;dan
          2. Karena Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.

          Perbedaan-perbedaan nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN, yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
          1. Terdapat Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
          Tidak semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan, misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
          1. Terdapat perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
          Kurs valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK), yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
          Sedangkan dalam membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak.
          1. Pemberian Cash Discount
          Pada umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
          1. Adanya kesalahan tulis atau hitung
          Perbedaan omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut. 

          Untuk melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya. Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.

          Penelaahan Pajak (Tax Review)

          Telaah pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
          Telaah pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan dokumen/transaksi tertentu.
          Laporan telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning), dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan pajak adalah sebagai berikut:
          1. Menghindari Sanksi Perpajakan.
          Dengan dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan dalam tahun berjalan terdiri dari:
          1. Sanksi perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14 ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan yang terlambat dibayar.
          2. Denda keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan.
          3. Sanksi bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada batas maksimal).
          4. Sanksi pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
          5. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.

          Sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
          1. Sanksi pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
          2. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang seharusnya tidak dikompensasikan.
          3. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau dipungut tidak dibayarkan.
          1. Menghindari adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru ditemukan pada saat pemeriksaan.
          2. Menghindari daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
          3. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
          4. Menghindari daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan SKP.
          5. Mengusahakan persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa dipenuhi.
          6. Mengusahakan Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
          Perencanaan Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

          Langkah-langkah dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah sebagai berikut:
          1. Memahami peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
          2. Perencanaan pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
          3. Memastikan bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian (kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang, nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan bank,
          4. Melakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur pajak keluaran perusahaan,
          5. Pajak masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
          6. Jika wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,

          Pastikan bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25% dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp 13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp 5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban

          Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT Unilever Indonesia Tbk hanya Rp  4.534.972.863.636,- dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp 5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan oleh perusahaan adalah sebesar  Rp 914. 599.227.272,-

          Rekonsiliasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan

          Rekonsiliasi / Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN dan/atau PPnBM(kalau ada)  ini penting karena akan berhubungan langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan  pengakuan pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
          Pada umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN bisa timbul karena dua kondisi.
          1. Karena karakteristik transaksi ;dan
          2. Karena Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.

          Perbedaan-perbedaan nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN, yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
          1. Terdapat Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
          Tidak semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan, misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
          1. Terdapat perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
          Kurs valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK), yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
          Sedangkan dalam membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak.
          1. Pemberian Cash Discount
          Pada umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
          1. Adanya kesalahan tulis atau hitung
          Perbedaan omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut. 

          Untuk melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya. Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.

          Penelaahan Pajak (Tax Review)

          Telaah pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
          Telaah pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan dokumen/transaksi tertentu.
          Laporan telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning), dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan pajak adalah sebagai berikut:
          1. Menghindari Sanksi Perpajakan.
          Dengan dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan dalam tahun berjalan terdiri dari:
          1. Sanksi perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14 ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan yang terlambat dibayar.
          2. Denda keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan.
          3. Sanksi bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada batas maksimal).
          4. Sanksi pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
          5. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.

          Sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
          1. Sanksi pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
          2. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang seharusnya tidak dikompensasikan.
          3. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau dipungut tidak dibayarkan.
          1. Menghindari adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru ditemukan pada saat pemeriksaan.
          2. Menghindari daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
          3. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
          4. Menghindari daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan SKP.
          5. Mengusahakan persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa dipenuhi.
          6. Mengusahakan Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
          Perencanaan Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

          Langkah-langkah dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah sebagai berikut:
          1. Memahami peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
          2. Perencanaan pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
          3. Memastikan bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian (kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang, nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan bank,
          4. Melakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur pajak keluaran perusahaan,
          5. Pajak masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
          6. Jika wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,

          Pastikan bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25% dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp 13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp 5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban

          Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT Unilever Indonesia Tbk hanya Rp  4.534.972.863.636,- dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp 5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan oleh perusahaan adalah sebesar  Rp 914. 599.227.272,-

          Rekonsiliasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan

          Rekonsiliasi / Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN dan/atau PPnBM(kalau ada)  ini penting karena akan berhubungan langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan  pengakuan pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
          Pada umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN bisa timbul karena dua kondisi.
          1. Karena karakteristik transaksi ;dan
          2. Karena Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.

          Perbedaan-perbedaan nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN, yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
          1. Terdapat Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
          Tidak semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan, misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
          1. Terdapat perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
          Kurs valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK), yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
          Sedangkan dalam membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak.
          1. Pemberian Cash Discount
          Pada umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
          1. Adanya kesalahan tulis atau hitung
          Perbedaan omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut. 

          Untuk melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya. Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.

          Penelaahan Pajak (Tax Review)

          Telaah pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
          Telaah pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan dokumen/transaksi tertentu.
          Laporan telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning), dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan pajak adalah sebagai berikut:
          1. Menghindari Sanksi Perpajakan.
          Dengan dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan dalam tahun berjalan terdiri dari:
          1. Sanksi perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14 ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan yang terlambat dibayar.
          2. Denda keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan.
          3. Sanksi bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada batas maksimal).
          4. Sanksi pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
          5. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.

          Sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
          1. Sanksi pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
          2. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang seharusnya tidak dikompensasikan.
          3. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau dipungut tidak dibayarkan.
          1. Menghindari adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru ditemukan pada saat pemeriksaan.
          2. Menghindari daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
          3. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
          4. Menghindari daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan SKP.
          5. Mengusahakan persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa dipenuhi.
          6. Mengusahakan Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
          Perencanaan Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

          Langkah-langkah dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah sebagai berikut:
          1. Memahami peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
          2. Perencanaan pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
          3. Memastikan bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian (kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang, nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan bank,
          4. Melakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur pajak keluaran perusahaan,
          5. Pajak masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
          6. Jika wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,

          Pastikan bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25% dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp 13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp 5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban

          Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT Unilever Indonesia Tbk hanya Rp  4.534.972.863.636,- dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp 5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan oleh perusahaan adalah sebesar  Rp 914. 599.227.272,-

          Rekonsiliasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan

          Rekonsiliasi / Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN dan/atau PPnBM(kalau ada)  ini penting karena akan berhubungan langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan  pengakuan pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
          Pada umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN bisa timbul karena dua kondisi.
          1. Karena karakteristik transaksi ;dan
          2. Karena Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.

          Perbedaan-perbedaan nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN, yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
          1. Terdapat Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
          Tidak semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan, misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
          1. Terdapat perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
          Kurs valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK), yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
          Sedangkan dalam membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak.
          1. Pemberian Cash Discount
          Pada umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
          1. Adanya kesalahan tulis atau hitung
          Perbedaan omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut. 

          Untuk melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya. Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.

          Penelaahan Pajak (Tax Review)

          Telaah pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
          Telaah pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan dokumen/transaksi tertentu.
          Laporan telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning), dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan pajak adalah sebagai berikut:
          1. Menghindari Sanksi Perpajakan.
          Dengan dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan dalam tahun berjalan terdiri dari:
          1. Sanksi perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14 ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan yang terlambat dibayar.
          2. Denda keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan.
          3. Sanksi bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada batas maksimal).
          4. Sanksi pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
          5. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.

          Sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
          1. Sanksi pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
          2. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang seharusnya tidak dikompensasikan.
          3. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau dipungut tidak dibayarkan.
          1. Menghindari adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru ditemukan pada saat pemeriksaan.
          2. Menghindari daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
          3. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
          4. Menghindari daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan SKP.
          5. Mengusahakan persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa dipenuhi.
          6. Mengusahakan Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
          Perencanaan Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

          Langkah-langkah dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah sebagai berikut:
          1. Memahami peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
          2. Perencanaan pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
          3. Memastikan bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian (kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang, nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan bank,
          4. Melakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur pajak keluaran perusahaan,
          5. Pajak masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
          6. Jika wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,

          Pastikan bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25% dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp 13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp 5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban

          Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT Unilever Indonesia Tbk hanya Rp  4.534.972.863.636,- dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp 5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan oleh perusahaan adalah sebesar  Rp 914. 599.227.272,-

          Rekonsiliasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan

          Rekonsiliasi / Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN dan/atau PPnBM(kalau ada)  ini penting karena akan berhubungan langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan  pengakuan pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
          Pada umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN bisa timbul karena dua kondisi.
          1. Karena karakteristik transaksi ;dan
          2. Karena Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.

          Perbedaan-perbedaan nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN, yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
          1. Terdapat Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
          Tidak semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan, misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
          1. Terdapat perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
          Kurs valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK), yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
          Sedangkan dalam membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak.
          1. Pemberian Cash Discount
          Pada umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
          1. Adanya kesalahan tulis atau hitung
          Perbedaan omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut. 

          Untuk melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya. Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.

          Penelaahan Pajak (Tax Review)

          Telaah pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
          Telaah pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan dokumen/transaksi tertentu.
          Laporan telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning), dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan pajak adalah sebagai berikut:
          1. Menghindari Sanksi Perpajakan.
          Dengan dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan dalam tahun berjalan terdiri dari:
          1. Sanksi perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14 ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan yang terlambat dibayar.
          2. Denda keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan.
          3. Sanksi bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada batas maksimal).
          4. Sanksi pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
          5. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.

          Sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
          1. Sanksi pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
          2. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang seharusnya tidak dikompensasikan.
          3. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau dipungut tidak dibayarkan.
          1. Menghindari adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru ditemukan pada saat pemeriksaan.
          2. Menghindari daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
          3. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
          4. Menghindari daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan SKP.
          5. Mengusahakan persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa dipenuhi.
          6. Mengusahakan Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review, syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.