Perencanaan
Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Langkah-langkah
dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah
sebagai berikut:
Memahami
peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
Perencanaan
pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
Memastikan
bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian
(kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang,
nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan
bank,
Melakukan
sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk
melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak
(JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur
pajak keluaran perusahaan,
Pajak
masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
Jika
wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak
pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,
Pastikan
bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari
pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak
dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan
merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa
pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat
pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25%
dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki
penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp
13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp
5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan
pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan
dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban
Dari
tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai
pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT
Unilever Indonesia Tbk hanya Rp 4.534.972.863.636,-
dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp
5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan
oleh perusahaan adalah sebesar Rp 914. 599.227.272,-
Rekonsiliasi
SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan
Rekonsiliasi
/ Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN
dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN
dan/atau PPnBM(kalau ada) ini penting karena akan berhubungan
langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk
Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan
menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi
atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir
tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan pengakuan
pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
Pada
umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan
menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN
bisa timbul karena dua kondisi.
Karena
karakteristik transaksi ;dan
Karena
Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.
Perbedaan-perbedaan
nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN,
yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
Terdapat
Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
Tidak
semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan,
misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian
sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
Terdapat
perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan
keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
Kurs
valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK),
yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur
bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan
menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek
di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs
transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam
seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
Sedangkan dalam
membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata
uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada
saat pembuatan Faktur Pajak.
Pemberian
Cash Discount
Pada
umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli
dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat
pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini
disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar
Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat
dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka
omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset
yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Adanya
kesalahan tulis atau hitung
Perbedaan
omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau
kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau
pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau
ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena
apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila
ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung
diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Untuk
melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat
mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian
dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN
keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal
cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal
belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus
segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya.
Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun
apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai
PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau
membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan
accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.
Penelaahan
Pajak (Tax Review)
Telaah
pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan
ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi
pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian
hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan
terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan
kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara
perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi
terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Telaah
pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu
transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul
dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat
dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited
review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup
seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen
yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang
lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan
dokumen/transaksi tertentu.
Laporan
telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat
membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning),
dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan
laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan
estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib
pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi
yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan
pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan
pajak adalah sebagai berikut:
Menghindari
Sanksi Perpajakan.
Dengan
dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi
perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan
sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan
dalam tahun berjalan terdiri dari:
Sanksi
perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14
ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan
yang terlambat dibayar.
Denda
keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan
SPT Tahunan.
Sanksi
bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada
batas maksimal).
Sanksi
pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN
akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT
Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.
Sanksi
perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
Sanksi
pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang
ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang
seharusnya tidak dikompensasikan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau
dipungut tidak dibayarkan.
Menghindari
adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru
ditemukan pada saat pemeriksaan.
Menghindari
daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
Menghindari
adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak
masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
Menghindari
daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan
SKP.
Mengusahakan
persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil
review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa
dipenuhi.
Mengusahakan
Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review,
syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
Perencanaan
Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Langkah-langkah
dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah
sebagai berikut:
Memahami
peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
Perencanaan
pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
Memastikan
bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian
(kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang,
nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan
bank,
Melakukan
sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk
melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak
(JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur
pajak keluaran perusahaan,
Pajak
masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
Jika
wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak
pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,
Pastikan
bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari
pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak
dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan
merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa
pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat
pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25%
dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki
penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp
13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp
5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan
pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan
dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban
Dari
tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai
pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT
Unilever Indonesia Tbk hanya Rp 4.534.972.863.636,-
dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp
5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan
oleh perusahaan adalah sebesar Rp 914. 599.227.272,-
Rekonsiliasi
SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan
Rekonsiliasi
/ Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN
dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN
dan/atau PPnBM(kalau ada) ini penting karena akan berhubungan
langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk
Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan
menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi
atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir
tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan pengakuan
pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
Pada
umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan
menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN
bisa timbul karena dua kondisi.
Karena
karakteristik transaksi ;dan
Karena
Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.
Perbedaan-perbedaan
nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN,
yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
Terdapat
Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
Tidak
semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan,
misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian
sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
Terdapat
perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan
keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
Kurs
valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK),
yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur
bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan
menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek
di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs
transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam
seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
Sedangkan dalam
membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata
uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada
saat pembuatan Faktur Pajak.
Pemberian
Cash Discount
Pada
umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli
dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat
pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini
disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar
Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat
dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka
omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset
yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Adanya
kesalahan tulis atau hitung
Perbedaan
omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau
kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau
pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau
ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena
apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila
ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung
diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Untuk
melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat
mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian
dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN
keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal
cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal
belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus
segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya.
Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun
apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai
PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau
membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan
accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.
Penelaahan
Pajak (Tax Review)
Telaah
pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan
ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi
pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian
hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan
terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan
kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara
perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi
terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Telaah
pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu
transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul
dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat
dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited
review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup
seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen
yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang
lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan
dokumen/transaksi tertentu.
Laporan
telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat
membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning),
dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan
laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan
estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib
pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi
yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan
pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan
pajak adalah sebagai berikut:
Menghindari
Sanksi Perpajakan.
Dengan
dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi
perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan
sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan
dalam tahun berjalan terdiri dari:
Sanksi
perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14
ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan
yang terlambat dibayar.
Denda
keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan
SPT Tahunan.
Sanksi
bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada
batas maksimal).
Sanksi
pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN
akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT
Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.
Sanksi
perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
Sanksi
pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang
ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang
seharusnya tidak dikompensasikan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau
dipungut tidak dibayarkan.
Menghindari
adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru
ditemukan pada saat pemeriksaan.
Menghindari
daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
Menghindari
adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak
masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
Menghindari
daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan
SKP.
Mengusahakan
persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil
review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa
dipenuhi.
Mengusahakan
Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review,
syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
Perencanaan
Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Langkah-langkah
dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah
sebagai berikut:
Memahami
peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
Perencanaan
pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
Memastikan
bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian
(kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang,
nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan
bank,
Melakukan
sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk
melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak
(JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur
pajak keluaran perusahaan,
Pajak
masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
Jika
wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak
pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,
Pastikan
bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari
pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak
dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan
merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa
pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat
pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25%
dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki
penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp
13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp
5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan
pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan
dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban
Dari
tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai
pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT
Unilever Indonesia Tbk hanya Rp 4.534.972.863.636,-
dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp
5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan
oleh perusahaan adalah sebesar Rp 914. 599.227.272,-
Rekonsiliasi
SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan
Rekonsiliasi
/ Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN
dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN
dan/atau PPnBM(kalau ada) ini penting karena akan berhubungan
langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk
Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan
menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi
atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir
tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan pengakuan
pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
Pada
umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan
menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN
bisa timbul karena dua kondisi.
Karena
karakteristik transaksi ;dan
Karena
Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.
Perbedaan-perbedaan
nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN,
yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
Terdapat
Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
Tidak
semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan,
misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian
sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
Terdapat
perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan
keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
Kurs
valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK),
yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur
bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan
menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek
di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs
transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam
seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
Sedangkan dalam
membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata
uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada
saat pembuatan Faktur Pajak.
Pemberian
Cash Discount
Pada
umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli
dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat
pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini
disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar
Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat
dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka
omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset
yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Adanya
kesalahan tulis atau hitung
Perbedaan
omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau
kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau
pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau
ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena
apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila
ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung
diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Untuk
melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat
mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian
dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN
keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal
cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal
belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus
segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya.
Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun
apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai
PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau
membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan
accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.
Penelaahan
Pajak (Tax Review)
Telaah
pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan
ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi
pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian
hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan
terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan
kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara
perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi
terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Telaah
pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu
transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul
dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat
dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited
review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup
seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen
yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang
lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan
dokumen/transaksi tertentu.
Laporan
telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat
membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning),
dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan
laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan
estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib
pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi
yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan
pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan
pajak adalah sebagai berikut:
Menghindari
Sanksi Perpajakan.
Dengan
dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi
perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan
sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan
dalam tahun berjalan terdiri dari:
Sanksi
perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14
ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan
yang terlambat dibayar.
Denda
keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan
SPT Tahunan.
Sanksi
bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada
batas maksimal).
Sanksi
pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN
akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT
Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.
Sanksi
perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
Sanksi
pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang
ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang
seharusnya tidak dikompensasikan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau
dipungut tidak dibayarkan.
Menghindari
adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru
ditemukan pada saat pemeriksaan.
Menghindari
daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
Menghindari
adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak
masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
Menghindari
daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan
SKP.
Mengusahakan
persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil
review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa
dipenuhi.
Mengusahakan
Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review,
syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
Perencanaan
Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Langkah-langkah
dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah
sebagai berikut:
Memahami
peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
Perencanaan
pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
Memastikan
bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian
(kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang,
nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan
bank,
Melakukan
sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk
melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak
(JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur
pajak keluaran perusahaan,
Pajak
masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
Jika
wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak
pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,
Pastikan
bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari
pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak
dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan
merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa
pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat
pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25%
dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki
penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp
13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp
5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan
pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan
dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban
Dari
tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai
pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT
Unilever Indonesia Tbk hanya Rp 4.534.972.863.636,-
dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp
5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan
oleh perusahaan adalah sebesar Rp 914. 599.227.272,-
Rekonsiliasi
SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan
Rekonsiliasi
/ Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN
dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN
dan/atau PPnBM(kalau ada) ini penting karena akan berhubungan
langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk
Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan
menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi
atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir
tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan pengakuan
pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
Pada
umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan
menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN
bisa timbul karena dua kondisi.
Karena
karakteristik transaksi ;dan
Karena
Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.
Perbedaan-perbedaan
nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN,
yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
Terdapat
Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
Tidak
semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan,
misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian
sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
Terdapat
perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan
keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
Kurs
valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK),
yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur
bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan
menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek
di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs
transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam
seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
Sedangkan dalam
membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata
uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada
saat pembuatan Faktur Pajak.
Pemberian
Cash Discount
Pada
umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli
dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat
pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini
disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar
Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat
dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka
omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset
yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Adanya
kesalahan tulis atau hitung
Perbedaan
omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau
kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau
pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau
ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena
apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila
ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung
diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Untuk
melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat
mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian
dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN
keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal
cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal
belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus
segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya.
Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun
apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai
PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau
membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan
accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.
Penelaahan
Pajak (Tax Review)
Telaah
pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan
ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi
pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian
hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan
terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan
kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara
perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi
terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Telaah
pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu
transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul
dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat
dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited
review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup
seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen
yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang
lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan
dokumen/transaksi tertentu.
Laporan
telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat
membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning),
dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan
laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan
estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib
pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi
yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan
pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan
pajak adalah sebagai berikut:
Menghindari
Sanksi Perpajakan.
Dengan
dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi
perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan
sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan
dalam tahun berjalan terdiri dari:
Sanksi
perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14
ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan
yang terlambat dibayar.
Denda
keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan
SPT Tahunan.
Sanksi
bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada
batas maksimal).
Sanksi
pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN
akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT
Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.
Sanksi
perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
Sanksi
pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang
ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang
seharusnya tidak dikompensasikan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau
dipungut tidak dibayarkan.
Menghindari
adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru
ditemukan pada saat pemeriksaan.
Menghindari
daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
Menghindari
adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak
masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
Menghindari
daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan
SKP.
Mengusahakan
persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil
review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa
dipenuhi.
Mengusahakan
Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review,
syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
Perencanaan
Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Langkah-langkah
dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah
sebagai berikut:
Memahami
peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
Perencanaan
pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
Memastikan
bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian
(kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang,
nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan
bank,
Melakukan
sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk
melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak
(JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur
pajak keluaran perusahaan,
Pajak
masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
Jika
wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak
pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,
Pastikan
bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari
pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak
dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan
merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa
pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat
pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25%
dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki
penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp
13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp
5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan
pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan
dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban
Dari
tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai
pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT
Unilever Indonesia Tbk hanya Rp 4.534.972.863.636,-
dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp
5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan
oleh perusahaan adalah sebesar Rp 914. 599.227.272,-
Rekonsiliasi
SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan
Rekonsiliasi
/ Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN
dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN
dan/atau PPnBM(kalau ada) ini penting karena akan berhubungan
langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk
Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan
menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi
atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir
tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan pengakuan
pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
Pada
umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan
menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN
bisa timbul karena dua kondisi.
Karena
karakteristik transaksi ;dan
Karena
Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.
Perbedaan-perbedaan
nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN,
yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
Terdapat
Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
Tidak
semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan,
misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian
sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
Terdapat
perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan
keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
Kurs
valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK),
yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur
bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan
menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek
di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs
transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam
seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
Sedangkan dalam
membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata
uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada
saat pembuatan Faktur Pajak.
Pemberian
Cash Discount
Pada
umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli
dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat
pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini
disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar
Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat
dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka
omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset
yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Adanya
kesalahan tulis atau hitung
Perbedaan
omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau
kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau
pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau
ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena
apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila
ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung
diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Untuk
melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat
mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian
dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN
keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal
cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal
belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus
segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya.
Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun
apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai
PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau
membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan
accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.
Penelaahan
Pajak (Tax Review)
Telaah
pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan
ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi
pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian
hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan
terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan
kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara
perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi
terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Telaah
pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu
transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul
dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat
dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited
review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup
seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen
yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang
lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan
dokumen/transaksi tertentu.
Laporan
telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat
membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning),
dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan
laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan
estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib
pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi
yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan
pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan
pajak adalah sebagai berikut:
Menghindari
Sanksi Perpajakan.
Dengan
dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi
perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan
sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan
dalam tahun berjalan terdiri dari:
Sanksi
perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14
ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan
yang terlambat dibayar.
Denda
keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan
SPT Tahunan.
Sanksi
bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada
batas maksimal).
Sanksi
pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN
akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT
Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.
Sanksi
perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
Sanksi
pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang
ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang
seharusnya tidak dikompensasikan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau
dipungut tidak dibayarkan.
Menghindari
adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru
ditemukan pada saat pemeriksaan.
Menghindari
daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
Menghindari
adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak
masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
Menghindari
daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan
SKP.
Mengusahakan
persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil
review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa
dipenuhi.
Mengusahakan
Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review,
syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
Perencanaan
Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Langkah-langkah
dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah
sebagai berikut:
Memahami
peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
Perencanaan
pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
Memastikan
bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian
(kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang,
nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan
bank,
Melakukan
sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk
melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak
(JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur
pajak keluaran perusahaan,
Pajak
masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
Jika
wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak
pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,
Pastikan
bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari
pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak
dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan
merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa
pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat
pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25%
dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki
penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp
13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp
5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan
pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan
dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban
Dari
tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai
pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT
Unilever Indonesia Tbk hanya Rp 4.534.972.863.636,-
dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp
5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan
oleh perusahaan adalah sebesar Rp 914. 599.227.272,-
Rekonsiliasi
SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan
Rekonsiliasi
/ Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN
dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN
dan/atau PPnBM(kalau ada) ini penting karena akan berhubungan
langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk
Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan
menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi
atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir
tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan pengakuan
pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
Pada
umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan
menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN
bisa timbul karena dua kondisi.
Karena
karakteristik transaksi ;dan
Karena
Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.
Perbedaan-perbedaan
nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN,
yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
Terdapat
Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
Tidak
semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan,
misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian
sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
Terdapat
perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan
keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
Kurs
valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK),
yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur
bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan
menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek
di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs
transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam
seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
Sedangkan dalam
membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata
uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada
saat pembuatan Faktur Pajak.
Pemberian
Cash Discount
Pada
umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli
dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat
pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini
disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar
Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat
dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka
omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset
yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Adanya
kesalahan tulis atau hitung
Perbedaan
omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau
kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau
pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau
ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena
apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila
ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung
diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Untuk
melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat
mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian
dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN
keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal
cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal
belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus
segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya.
Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun
apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai
PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau
membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan
accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.
Penelaahan
Pajak (Tax Review)
Telaah
pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan
ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi
pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian
hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan
terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan
kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara
perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi
terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Telaah
pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu
transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul
dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat
dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited
review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup
seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen
yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang
lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan
dokumen/transaksi tertentu.
Laporan
telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat
membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning),
dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan
laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan
estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib
pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi
yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan
pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan
pajak adalah sebagai berikut:
Menghindari
Sanksi Perpajakan.
Dengan
dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi
perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan
sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan
dalam tahun berjalan terdiri dari:
Sanksi
perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14
ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan
yang terlambat dibayar.
Denda
keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan
SPT Tahunan.
Sanksi
bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada
batas maksimal).
Sanksi
pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN
akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT
Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.
Sanksi
perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
Sanksi
pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang
ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang
seharusnya tidak dikompensasikan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau
dipungut tidak dibayarkan.
Menghindari
adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru
ditemukan pada saat pemeriksaan.
Menghindari
daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
Menghindari
adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak
masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
Menghindari
daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan
SKP.
Mengusahakan
persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil
review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa
dipenuhi.
Mengusahakan
Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review,
syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
Perencanaan
Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Langkah-langkah
dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah
sebagai berikut:
Memahami
peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
Perencanaan
pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
Memastikan
bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian
(kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang,
nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan
bank,
Melakukan
sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk
melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak
(JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur
pajak keluaran perusahaan,
Pajak
masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
Jika
wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak
pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,
Pastikan
bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari
pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak
dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan
merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa
pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat
pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25%
dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki
penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp
13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp
5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan
pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan
dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban
Dari
tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai
pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT
Unilever Indonesia Tbk hanya Rp 4.534.972.863.636,-
dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp
5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan
oleh perusahaan adalah sebesar Rp 914. 599.227.272,-
Rekonsiliasi
SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan
Rekonsiliasi
/ Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN
dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN
dan/atau PPnBM(kalau ada) ini penting karena akan berhubungan
langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk
Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan
menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi
atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir
tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan pengakuan
pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
Pada
umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan
menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN
bisa timbul karena dua kondisi.
Karena
karakteristik transaksi ;dan
Karena
Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.
Perbedaan-perbedaan
nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN,
yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
Terdapat
Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
Tidak
semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan,
misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian
sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
Terdapat
perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan
keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
Kurs
valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK),
yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur
bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan
menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek
di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs
transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam
seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
Sedangkan dalam
membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata
uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada
saat pembuatan Faktur Pajak.
Pemberian
Cash Discount
Pada
umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli
dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat
pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini
disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar
Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat
dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka
omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset
yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Adanya
kesalahan tulis atau hitung
Perbedaan
omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau
kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau
pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau
ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena
apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila
ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung
diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Untuk
melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat
mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian
dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN
keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal
cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal
belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus
segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya.
Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun
apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai
PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau
membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan
accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.
Penelaahan
Pajak (Tax Review)
Telaah
pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan
ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi
pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian
hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan
terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan
kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara
perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi
terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Telaah
pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu
transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul
dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat
dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited
review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup
seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen
yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang
lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan
dokumen/transaksi tertentu.
Laporan
telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat
membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning),
dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan
laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan
estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib
pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi
yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan
pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan
pajak adalah sebagai berikut:
Menghindari
Sanksi Perpajakan.
Dengan
dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi
perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan
sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan
dalam tahun berjalan terdiri dari:
Sanksi
perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14
ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan
yang terlambat dibayar.
Denda
keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan
SPT Tahunan.
Sanksi
bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada
batas maksimal).
Sanksi
pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN
akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT
Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.
Sanksi
perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
Sanksi
pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang
ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang
seharusnya tidak dikompensasikan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau
dipungut tidak dibayarkan.
Menghindari
adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru
ditemukan pada saat pemeriksaan.
Menghindari
daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
Menghindari
adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak
masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
Menghindari
daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan
SKP.
Mengusahakan
persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil
review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa
dipenuhi.
Mengusahakan
Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review,
syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.
Perencanaan
Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Langkah-langkah
dalam perencanaan pajak pertambahan nilai (PPn) perusahaan adalah
sebagai berikut:
Memahami
peraturan dan perundang-undangan perpajakan,
Perencanaan
pajak PPn tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan,
Memastikan
bahwa bukti-bukti pendukung memadai, misalnya adanya perjanjian
(kontrak), faktur (invoice), faktur pajak, nota penerimaan barang,
nota pengiriman barang, bukti pembayaran bank atau bukti penerimaan
bank,
Melakukan
sosialisasi kepada seluruh karyawan di dalam perusahaan untuk
melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak
(JKP) dari pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP), sehingga faktur pajak masukannya dapat mengurang faktur
pajak keluaran perusahaan,
Pajak
masukan segera dikreditkan terhadap pajak keluaran,
Jika
wajib pajak berorientasi ekspor maka manfaatkan fasilitas pajak
pertambahan nilai yang diberikan untuk kawasan bebas,
Pastikan
bahwa semua faktur pajak masukan yang diterima perusahaan dari
pemasok dapat dikreditkan. Walaupun faktur pajak masukan yang tidak
dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya, akan tetapi hal ini akan
merugikan buat perusahaan. Tidak sedikit perusahaan menganggap bahwa
pajak masukan dibebankan lebih menguntungkan karena dapat menghemat
pajak sebesar 25%, akan tetapi penhematan tersebut hanya sebesar 25%
dari 10% yaitu 2,5%. Misalnya PT Unilever Indonesia Tbk memiliki
penjualan sebesar Rp 27.303.248.000.000,- pembelian Rp
13.414.122.000.000,- (sebelum PPn), dan beban operasional sebesar Rp
5.889.372.000.000,- maka berikut ini adalah ilustrasi penghematan
pajak pertambahan nilai (PPn) dikreditkan dengan pajak masukan
dibanding dengan PPn dibebankan dengan beban
Dari
tabel di atas, jelas terlihat bahwa pemanfaatan faktur pajak sebagai
pajak masukan lebih hemat, yaitu total pajak yang dibayarkan PT
Unilever Indonesia Tbk hanya Rp 4.534.972.863.636,-
dibandingkan dengan PPN dibebankan yang total pembayaran pajaknya Rp
5.449.572.090.909,- sehingga penghematan pajak jika PPn dikreditkan
oleh perusahaan adalah sebesar Rp 914. 599.227.272,-
Rekonsiliasi
SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan
Rekonsiliasi
/ Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN
dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN
dan/atau PPnBM(kalau ada) ini penting karena akan berhubungan
langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk
Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan
menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi
atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir
tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan pengakuan
pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
Pada
umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan
menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN
bisa timbul karena dua kondisi.
Karena
karakteristik transaksi ;dan
Karena
Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.
Perbedaan-perbedaan
nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN,
yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
Terdapat
Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
Tidak
semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan,
misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian
sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.
Terdapat
perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan
keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
Kurs
valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK),
yang dilakukan dengan taat asas. Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur
bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan
menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek
di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs
transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam
seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
Sedangkan dalam
membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata
uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada
saat pembuatan Faktur Pajak.
Pemberian
Cash Discount
Pada
umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli
dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat
pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini
disebut dengan Cash Discount. Cash Discount tidak mengurangi Dasar
Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat
dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka
omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset
yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Adanya
kesalahan tulis atau hitung
Perbedaan
omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau
kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau
pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau
ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena
apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila
ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung
diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Untuk
melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat
mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian
dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN
keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal
cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal
belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus
segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya.
Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun
apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai
PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau
membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan
accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.
Penelaahan
Pajak (Tax Review)
Telaah
pajak (Tax Review) adalah mereview dan menganalisa laporan keuangan
ditinjau dari aspek perpajakan untuk memberikan gambaran implikasi
pajak dan tingkat resiko pajak yang mungkin dihadapi di kemudian
hari. Melalui tax review, akan dilakukan pengkajian aspek perpajakan
terhadap semua transaksi yang akan dan telah terjadi sampai dengan
kondisi tahun terakhir, termasuk dokumen kontrak/perjanjian antara
perusahaan dengan pihak ketiga lainnya, guna mendapatkan suatu solusi
terbaik sebagai pedoman bagi manajemen untuk pelaksanaan perpajakan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Telaah
pajak dilakukan untuk menelaah potensi kewajiban pajak dari suatu
transaksi atau aktivitas usaha. Kewajiban pajak tersebut dapat timbul
dari suatu transaksi normal maupun khusus. Telaah pajak dapat
dilakukan secara lengkap (full review), maupun terbatas (limited
review). Dalam hal full review, ruang lingkupnya akan mencakup
seluruh aspek kewajiban perpajakan dan transaksi perusahaan. Dokumen
yang direview juga akan sangat rinci. Sedangkan limited rivew, ruang
lingkupnya dibatasi pada kewajiban tertentu, periode tertentu, dan
dokumen/transaksi tertentu.
Laporan
telaah pajak yang lengkap bersifat komprehensif, sehingga dapat
membantu wajib pajak untuk membuat perencanaan pajak (tax planning),
dan menyelesaikan masalah pajak dengan sebaik-baiknya. Sedangkan
laporan limited review bersifat lebih terbatas, dan mengungkapkan
estimasi kewajiban pajak. Laporan limited review dapat membantu wajib
pajak memperolah gambaran umum kewajiban pajak, mendeteksi transaksi
yang dapat menimbulkan eksposure pajak maksimal, serta melakukan
pencegahan dari risiko pajak yang lebih besar. Manfaat penelaahan
pajak adalah sebagai berikut:
Menghindari
Sanksi Perpajakan.
Dengan
dilakukannya Tax Review, wajib pajak dapat menghindari sanksi
perpajakan sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan
sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak. Adapun sanksi perpajakan
dalam tahun berjalan terdiri dari:
Sanksi
perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14
ayat sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan
yang terlambat dibayar.
Denda
keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan
SPT Tahunan.
Sanksi
bunga penagihan pasal 19 ayat 1 sebesar 2% per bulan (tanpa ada
batas maksimal).
Sanksi
pasal 14 ayat 4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak PPN
akibat tidak, terlambat atau salah membuat faktur pajak.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT
Tahunan walaupun sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.
Sanksi
perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri dari :
Sanksi
pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang
ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa kenaikan 100% dari jumlah Lebih Bayar yang
seharusnya tidak dikompensasikan.
Sanksi
pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau
dipungut tidak dibayarkan.
Menghindari
adanya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru
ditemukan pada saat pemeriksaan.
Menghindari
daluwarsa masa pengkreditan pajak masukan.
Menghindari
adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak
masukan tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksa.
Menghindari
daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni 3 bulan setelah penerbitan
SKP.
Mengusahakan
persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil
review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa
dipenuhi.
Mengusahakan
Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review,
syarat-syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.